Tampilkan postingan dengan label Berita detik-detik proklamasi 2011. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita detik-detik proklamasi 2011. Tampilkan semua postingan

Rabu, 17 Agustus 2011

Poster Unik Ekspresi Nasionalisme

Upacara Bendera Unik


Cara anak bangsa memperingati hari kemerdekaan Indonesia beragam, sesuai pemaknaan terhadap kemerdekaan itu sendiri. Salah satunya, dilakukan Organisasi Kepemudaan (OKP) Gugusan Alam Nalar Ekosistem Pemuda (Ganespa) Tangerang Selatan, Banten.

Sekitar 30 pemuda melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih secara mengapung di Situ Tujuh Muara, Pamulang, Kota Tangsel.

Sejak 07.00 WIB, peserta upacara sudah terjun ke danau untuk melakukan prosesi upacara. Tidak ada yang berbeda pada rangkain acara menaikan sang saka merah putih itu.
Mulai dari inspektur upacara, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mengheningkan cipta, dan pembacaan detik proklamasi. Yang membedakan adalah, mereka melakukannya mengapung di atas air. Hanya menggunakan alat pelampung biasa.

"Ini bentuk pengabdian kami. Enam tahun kami 'merebut' situ yang ada di Pamulang, untuk mengembalikan fungsinya menjadi resapan air," kata Ketua Ganespa Nurholis Hafidz kepada VIVAnews.com, Rabu 17 Agustus 2011.

Tujuan upacara mengapung di atas situ, menurutnya, sebagai bentuk memerdekakan situ dari tangan yang tidak bertanggung jawab. Sebab, situ adalah aset negara sebagai resapan air.

Namun nyatanya, kata Nurholis, dari 12 situ yang ada di Kota Tangsel, sekarang hanya tinggal sembilan. Sebagian lainnya sudah menjadi milik pribadi dan menjadi tempat usaha. "Ironisnya, mereka memiliki sertifikat. Ini tanggung jawab Pemkot Tangsel," ujarnya.

Sementara itu, aksi ini mencuri perhatian warga yang melintasi Jalan Raya Siliwangi Pamulang. Rencananya, akan dilakukan juga upacara penurunan bendera yang akan dilakukan pukul 05.00 sore ini. 

Istana Sebar 5.000 Undangan untuk Upacara 17 Agustus

Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan ke-66 Republik Indonesia akan digelar di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/8). Sejumlah mantan presiden dan mantan wakil presiden menyatakan akan hadir. Hanya mantan Presiden Megawati Sukarnoputri belum memberikan kepastian akan hadir.

Pemantauan Metro TV, jelang upacara, panitia sudah sibuk menerima dan mengatur tamu undangan yang sudah hadir. Pihak Istana mengaku telah mengirim sekitar 5.000 undangan, dengan ekspetasi tamu yang datang hingga 10 ribu.

Selain para pejabat tinggi negara dan perwakilan negara-negara sahabat, juga akan hadir para keluarga pahlawan nasional serta para mantan presiden dan wakil presiden.

Seperti tahun lalu, para tamu undangan mendapatkan sejumlah souvenir. Kali ini terlihat tamu undangan mendapatkan sejumlah buku tentang Papua, dan buku penelitian lainnya dari Badan Pusat Statistik. Tak terlihat buku biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti tahun lalu yang menuai protes sejumlah kalangan.

Upacara akan dipimpin Kolonel Laut Yehezkiel Katiandago, yang kini menjabat Komandan Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL. Upacara sedianya dimulai tepat pukul 10.00 WIB.(DSY)

google ikut panjat pinang



Di hari kemerdekaan ini, raksasa mesin pencari Google ikut merayakannya dengan ikut panjat pinang.

Sudahkah Anda mengakses mesin pencari itu hari ini? Ya, bertepatan hari kemerdekaan ke-66 Indonesia, Google turut mengikuti lomba. Kali ini, raksasa mesin pencari itu mengikuti lomba panjat pinang.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan pada Jumat 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno didampingi Drs Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Sejak itu, tiap 17 Agustus selalu dirayakan rakyat Indonesia dengan meriah.

Mulai dari lomba panjat pinang, makan kerupuk, hingga upacara militer di Istana Merdeka. Merdeka!

Bendera 3.000 Meter Dibentangkan di Perbatasan RI-Malaysia


Bendera 3.000 Meter Dibentangkan di Perbatasan RI-Malaysia
Rombongan terakhir peserta pembentangan bendera merah putih di perbatasan RI-Malaysia, Selasa (16/8/2011) pagi tadi diberangkatkan dari Dermaga Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Lamijung.
Rombongan yang terdiri dari pelajar, pramuka dan ormas serta senkom, diberangkatkan ke Desa Sekaduyan Taka dengan menggunakan tiga kapal kayu. "Ini rombongan terakhir yang kita berangkatkan," kata Ketua Panitia Haris Arleck.
Rencananya pembentangan bendera akan dilakukan mulai pukul 14.00 siang nanti. Titik nol pembentangan bendera sepanjang 3.000 meter itu berada tepat di patok perbatasan RI-Malaysia di patok 215 A Desa Sekaduyan Taka, Kecamatan Siemanggaris, Kabupaten Nunukan. (*)

Indonesia National Flag "Sang Merah Putih"



The national flag of Indonesia, also known as 'Sang Merah Putih,' was introduced and hoisted in public at the Indonesian Independence Day ceremony, on 17th August, 1945. For over the last 60 years, the current national flag of Indonesia is being flown without any changes made to the original design.
Description:
The design of the Indonesian national flag is quite simple. It's a two-colored flag with two equal horizontal bands of red at the top and white at the bottom with a ratio of 2:3 successively. Similar to that of the flag of Poland and identical to that of the flag of Monaco except for its ratio, Indonesia's national flag is broadly based on the flag of the Majapahit Empire back in the 13th century.
History
The Bendera Pusaka was sewn by Sukarno's wife Fatmawati.[1] It was based on a 13th century Majapahit flag, which had nine stripes of red and white.[2]
It was first raised at Sukarno's house at 56 Pegangsaan Timur Street, Jakarta, after Sukarno read the Proclamation of Indonesian Independence.[3] It was hoisted on a short bamboo staff by a group led by Captain Latief Hendaningrat; after its hoisting, the gathered crowd sang "Indonesia Raya".[2][4]
During the first year of the Indonesian National Revolution, the Bendera Pusaka flew day and night. After the Dutch took Jakarta in 1946, the Bendera Pustaka was brought to Yogyakarta in Sukarno's briefcase. During Operatie Kraai, the Bendera Pustaka was cut in half and given to Husein Mutahar for safekeeping; Mutahar was told to "protect the flag with [his] life". Despite being captured by and escaping from the Dutch, Mutahar managed to bring the flag to Jakarta, sew it back together, and turn it over to Soedjono. Soedjono later returned the flag to Sukarno, who was in exile in Bangka.
After the end of the war, the Bendera Pusaka was raised once a year in front of the Presidential Palace during Independence Day celebrations. However, due to the flag's fragile state, beginning in 1968 it has been replaced by a replica.
In 2003, plans were released to relocate the Bendera Pusaka from the Presidential Palace to the National Monument. In 2004, the relocation was expected to cost Rp. 3.5 billion (US$388,889), with the flag being stored in a 24-karat gold-plated case within the Independence Room of the Monument. However, the relocation has been consistently delayed. As of 2009, its storage at the National Monument has been mandated by law.
Alternative history
There is also another story about the flag of Indonesia, which is significantly related to the flag of the Netherlands. Under Dutch colonialism, every administration used the Netherlands (Red-white-blue) flag. The flag of Indonesia was prohibited. To symbolize the intention of forcing out the Dutch, the Indonesian nationalists and independence movement tore apart the Dutch flag. They tore off the bottom third of the flag, and separated the red and white colors from the blue color. The main reason was because blue in the Dutch flag was understood as standing for the "blue blooded" aristocracy. Conversely, the red color represented the blood shed in the War of Independence, while the white could be understood to symbolize the purity of the Indonesians.[4]
The color Red of the national flag of Indonesia stands for bravery and courage while White represents spirituality and purity. A different symbolism of the colors: red represents the human body or physical life, while white represents the human soul or spiritual life together forming a complete human being. Traditionally, the Indonesians use the red and white as their sacred color.
This red-white flag was first flown in Java in 1928 before it was prohibited under the Dutch rule. The original flag hoisted on the Indonesian Independence Day, referred to as the historical flag or the "bendera pusaka" was flown for the last time on 17th August, 1968. The original flag was preserved and replaced by a replica woven of pure Indonesian silk.
The Indonesian flag is a national symbol of the country and thus certain etiquettes and protocols are needed to be maintained. The codes needed to be followed are:
* The Indonesian national flag will always have to be given priority when flown with other Indonesian flags like the State Flag or the Military Flag
* . The national flag of Indonesia should never be dragged in the ground as it shows disrespect towards the country and its history.
* When the Indonesian flag becomes old and tattered with its color fading, it must be replaced with a new flag in good condition.
* While replacing, the old flag should be destroyed respectful and in a dignified way, preferably by burning in private due to care and respect.
* The national flag of Indonesia should always be flown in the correct direction with the top pointing upwards and due care and consideration shown.

Sejarah proklamasi kemerdekaan indonesia


Latar Belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau Dokuritsu Junbi Cosakai, berganti nama menjadi PPKI ( Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km disebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan.Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana--yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dinihari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apapun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs.Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Maeda Tadashi dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshiguna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti. Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor(Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan kekediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarangJl. Proklamasi no. 1).

Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis diruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ( Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M. Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan 
persetujuan dari PPKI sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil Presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi teks proklamasi

Pemain Timnas Akan Hadiri Upacara HUT RI ke-66 di Solo

Untuk memperingati HUT Republik Indonesia ke-66, perwakilan Timnas senior akan dijadwalkan menghadiri Upacara Bendera yang diadakan oleh Pemda Solo, Rabu (17/8).

Menurut Asisten Pelatih Timnas, Listiadi, pada Hari Kemerdekaan ini, diharapkan dapat membangkitkan semangat patriotisme para pemain Timnas Indonesia yang berlatih di Stadion Manahan, Solo.

"Kami paling tidak, ada perwakilan pemain Timnas untuk mengikuti upacara bendera itu," ujar Listiadi, usai latihan di Stadion Manahan Solo, Selasa petang.

"Kami mengharap dengan nuansa Hari Kemerdekaan RI ini, memberikan motivasi kepada para pemain Timnas memiliki semangat patriotisme membawa nama Bangsa Indonesia," tambahnya.

"Semua pemain dari klub atau daerah yang dipanggil untuk masuk timnas harus merasa bangga karena mereka mengenakan kostum Merah Putih membela bangsanya."

"Semoga mereka akan termotivasi semangat patriotisme membela sang Merah Putih," harap Listiadi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersyukur peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-66 ini bertepatan dengan tanggal 17 Ramadan 1432 Hijriyah. Menurutnya, hal itu mengingatkan pada sejarah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang juga bertepatan dengan bulan Ramadan. 

"Sejarah mencatat proklamasi kemerdekaan bangsa kita di hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 yang bertepatan dengan tanggal 9 Ramadan 1364 Hijriyah, bukanlah suatu kebetulan," kata Yudhoyono dalam pidato kenegaraan dalam rangka memperingati HUT RI ke-66 di hadapan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat-Dewan Perwakilan Daerah di Gedung MPR, Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2011. "Bung Karno, Sang Proklamator telah merencanakannya dengan matang," ujarnya.

Menurut Yudhoyono, kala itu terjadi perdebatan sengit di Rengasdengklok ketika Soekarno didesak oleh para pemuda untuk memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Lalu pada hari itu juga, Bung Karno dengan tegas menyatakan bahwa saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan adalah pada tanggal 17 Agustus. 

Selain mengingatkan akan sejarah negeri, kata dia, pada tanggal yang penting ini pula kaum muslimin dan muslimat akan memperingati Nuzulul Quran, hari diturunkannya Kitab Suci Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW. "Sungguh kita syukuri karena kita akan memperingati dua peristiwa bersejarah itu secara bersamaan," kata SBY.

Dia juga berharap semua pihak harus memaknai kemerdekaan dalam esensinya yang paling dalam. Menurutnya, kemerdekaan tidak hanya membebaskan dari ketertindasan, namun juga harus mendorong untuk bekerja lebih keras. Kemerdekaan, kata dia, tak hanya sebuah peristiwa istimewa yang dirayakan setiap tahunnya, namun juga untuk membuat rakyat bersatu menyelesaikan masalah-masalah besar bangsa dan negara. 

"Kemerdekaan tidak hanya meneguhkan kemandirian, namun juga sebuah ajakan untuk bersama bangsa-bangsa lain mendorong kerja sama dan kemitraan untuk menciptakan dunia yang lebih baik," katanya. "Di atas semua itu, sesungguhnya kemerdekaan adalah sebuah jembatan untuk mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang lebih adil, makmur, unggul, dan bermartabat."

Ketua DPD Irman Gusman menjadi Ketua Sidang Bersama DPR-DPD yang dijadwalkan berlangsung hingga pukul 12.00 WIB nanti. Setelah Sidang Bersama itu, Dewan Perwakilan Rakyat akan menyelenggarakan Rapat Paripurna yang dihadiri pimpinan dan anggota DPD. Rapat Paripurna DPR mengagendakan Pidato Presiden tentang Rencana Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan Nota Keuangan tahun 2012. Acara tersebut dimulai pukul 14.00 WIB hingga selesai.

Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indinesia yang ke 66, Universitas Indonesia (UI) menggelar renungan kebangsaan dengan tema "Malam Peneguhan Cinta Tanah Air dan Semangat Kebangsaan Indonesia", Selasa (16/8/2011) malam, di Plaza Gedung Perpustakaan Pusat UI, Depok.
Renungan kebangsaan di mulai dengan pemutaran film-film dokumenter tentang kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Selanjutnya ditampilkan juga lagu-lagu perjuangan oleh penyanyi solo UI diiringi alunan musik piano, biola dan flute mahasiswa dan alumni dari Orkes Simfoni UI Mahawaditra. Kemudian, puisi kemerdekaan yang diiringi instrumen khas biola mengantar Sapardi Djoko Damono membacakan sebuah puisi.
Sekitar tujuh belas menit sebelum pukul 00.00, seluruh orang yang hadir dalam renungan kebangsaan diajak untuk bertafakur dalam silent moment. Tepat pada pukul 00.00, 17 Agustus 2011, Taufik Ismail membacakan Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 yang dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya diiringi maestro biola Indonesia Idris Sardi. Penampilan Idris Sardi yang menyajikanmedley lagu-lagu perjuangan seakan membius semua orang dalam acara ini.
Rektor UI, Gumilar R. Somantri mengatakan, renungan kebangsaan ini adalah yang pertama kalinya digelar. Ia berharap, kegiatan ini dapat menggugah sekaligus membangkitkan semangat kebangsaan dan cinta Tanah Air bagi mahasiswa dan masyarakat luas.
Sebagai institusi pendidikan terkemuka, kata Gumilar, UI yang juga tak bisa dilepaskan dari catatan perjuangan bangsa ini ingin menyampaikan pesan moral tentang pentingnya arti kemerdekaan bagi suatu bangsa dan semangat bela negara.
"Acara ini berangkat dari sebuah perbincangan antara saya dengan beberapa rekan tentang kita yang sering lupa untuk menghayati dengan cermat dan sepenuh jiwa apa itu kemerdekaan," kata Gumilar.

Pengikut

map visitor